Sebuah Surat: Terimakasih Samarinda



Selasa, 28 Mei 2019

Sekali minum air Mahakam, terpikat janji hati terpendam, pasti kembali ke Samarinda sayang....

Begitulah kutipan lagu Samarinda Tepian Mahakam yang menggambarkan keadaan saya, karena hari ini saya harus pulang kampung setelah menyelesaikan pendidikan. Jujur, rasa senang dan sedih itu bercampur jadi satu. Antara bahagia karena akhirnya bertemu ibu dan sedih karena meninggalkan Kota Samarinda yang sudah seperti kampung halaman. Cinta saya memang telah melekat di setiap sudut kota ini. Tidak ada tempat yang belum saya datangi, meski dengan segala huru hara dan keindahannya, saya mencintai Samarinda sama seperti saya mencintai kampung halaman. 

Di Kota inilah saya tumbuh menjadi Nadya yang sekarang, bahagia, depresi, anxiety, bangkit, memahami apa yang menjadi keinginan diri, mulai membangun potensi, membangun mimpi, menemukan support system baru, dan menjadi dewasa dengan versi saya sendiri. 
Memahami bagaimana lingkungan sosial berkerja, mana teman yang berjuang bersama secara ikhlas atau sebaliknya. Tertawa bersama atau menangis dalam sepi dan sendiri.

Mungkin orang mengatakan kesedihan saya hanya karena berpisah sementara dengan pacar, tapi sebenarnya lebih dari itu, ada banyak hutang rasa yang tidak bisa saya jelaskan. Intinya saya memang sudah jatuh cinta dengan kota ini.

Dan sebagai penutup, ada kalimat yang selalu terngiang dalam pikiran saya ketika menulis surat ini:
Bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan, entah sementara atau selamanya. 


Samarinda
With Love,


Nadyam

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top